Oleh Sabjan Badio, Burhan Nurgiyantoro, dan Hartono
Abstract
This study aims to describe the struggle of the character in the novel Arus Balik. The method used is the content analysis method. Data is obtained by reading and recording techniques. Data were analyzed with qualitative descriptive analysis techniques through data comparison, categorization, data presentation, and inference. The results showed that the struggle of the character in the Arus Balik novel by Pramoedya Ananta Toer consisted of heroism (28%), nationalism (33%), never giving up (25%), family relationship (9%), and selflessness (5%). The value of the struggle for heroism consists of being wary of the enemy, defending the people, defending the truth, selflessness, daring to die, being responsible, and commanding authority. The value of nationalism consists of love for the flag itself, loyal to the leader, thinking about the safety of the country, supporting the struggle to defend the country, and participating in defending the country. The value of the unyielding struggle consists of fighting to the death and believing in your abilities. Meanwhile, the value of selfless struggle consists in not expecting any honor and not expecting any position.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perjuangan tokoh dalam novel Arus Balik. Metode yang digunakan adalah metode analisis isi. Data diperoleh dengan teknik membaca dan mencatat. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif melalui perbandingan antardata, kategorisasi, penyajian data, dan inferensi. Hasil penelitian menunjukkan perjuangan tokoh dalam novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer terdiri atas heroisme (28%), nasionalisme (33%), pantang menyerah (25%), kekeluargaan (9%), dan tanpa pamrih (5%). Nilai perjuangan heroisme terdiri atas waspada terhadap musuh, membela rakyat, membela kebenaran, tidak mementingkan diri sendiri, berani mati, bertanggung jawab, serta berwibawa memimpin pasukan. Nilai nasionalisme terdiri atas cinta pada bendera sendiri, setia pada pemimpin, memikirkan keselamatan negara, mendukung perjuangan bela negara, serta ikut serta membela negara. Nilai perjuangan pantang menyerah terdiri atas melawan sampai mati dan percaya kepada kemampuan sendiri. Sementara itu, nilai perjuangan tanpa pamrih terdiri atas tidak mengharapkan penghormatan dan tidak mengharapkan jabatan.
Keywords: heroism; kinship; nationalism; Pramoedya Ananta Toer; selflessness
Baca artikel lengkapnya di Indonesian Language Education and Literature (ILEaL) Journal melalui tautan ini .... Aman 12/06/2019 CB Blogger Indonesia
Sabjan Badio, blogger Jogja
ABASRIN.com--Operator sekolah saat ini sedang sibuk mengisi aplikasi PMP. Hal ini merupakan rutinitas tahunan. 2019 ini dijadwalkan bisa selesai akhir November.
Unsur yang diwajibkan mengisi atau menjadi responden kuesioner PMP adalah sebagai berikut.
- Kepala sekolah
- Guru setiap mata pelajaran 1 orang (11 guru)
- Komite sekolah 2 orang (1 pengurus, 2 anggoa/orang tua siswa)
- Siswa setiap penjang 5 anak (3 x 5 = 15 siswa)
- Pilih menu pengaturan
- Pilih manajemen pengguna
- Pilih garis (bar) tiga di pojok kanan atas
- Muncul popup manajemen pengguna
- Pilih tambah
- Isikan nama, e-mail, dan password
- Pilih manajemen pengguna
- Lihat angka 1, 2, 3, 4 dan seterusnya di kanan atas
- Nama komite yang baru kita masukkan biasanya ada pada bagian akhir, jadi klik angka terakhir atau angka terbesar
- Klik bar (garis) tiga di kanan nama yang ingin dihapus
- Klik hapus
![]() |
Kover depan dan belakang buku soal Solusi UN edisi 2020. |
ABASRIN.com--Buku soal Solusi Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas IX Kurikulum 2013 dikabarkan segera terbit. Buku ini terdiri atas tiga bagian utama, yaitu pendalaman materi dan contoh soal, pembahasan soal UN, serta soal-soal uji kompetensi. Pendalaman materi berisi materi yang berdasarkan analisis penulis berpotensi muncul di soal-soal Ujian Nasional yang akan datang. Materi pendalaman yang disajikan dalam buku ini meliputi membaca nonsastra, membaca sastra, menulis terbatas, menyunting kata, kalimat, dan paragraf, serta menyunting ejaan dan tanda baca. Setiap materi disertai contoh soal agar siswa lebih mudah memahaminya.
Pada bagian pembahasan soal UN, disajikan soal-soal yang pernah diujikan pada Ujian Nasional 2018/2019. Selain ditentukan jawabannya, soal-soal pada bagian ini juga dibahas secara proporsional. Selanjutnya, disajikan lima paket soal masing-masing lima puluh butir soal (sesuai standar Ujian Nasional) untuk digunakan para siswa berlatih.
Makna kata sering menjadi permasalahan siswa. Hal ini cukup esensial karena kunci dari pemahaman atas sebuah teks di antaranya adalah kemampuan memahami makna kata. Oleh karena itu, pada bagian akhir disajikan glosarium yang berisi istilah-istilah yang digunakan dalam buku ini.
Buku ini ditulis oleh empat orang. Pertama, Siska Yuniati, seorang guru bahasa Indonesia di Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Bantul. Selain itu, dirinya pernah mengajar Bahasa Indonesia di MAU Al-Imdad. Siska juga aktif menulis sastra dan nonsastra. Beberapa tulisannya dimuat di media massa, diterbitkan dalam bentuk buku, serta memenangkan kompetisi lokal dan nasional. Tahun 2018, Siska terlibat dalam pengelolaan hasil studi PISA di Indonesia. Saat ini Siska menjadi Ketua Umum Perkumpulan Guru Madrasah Penulis (Pergumapi).
Kedua, Rusmantara, seorang guru bahasa Indonesia di MTs Negeri 1 Bantul. Selain mengajar, dirinya aktif di MGMP Bahasa Indonesia SMP dan menjadi Ketua di MGMP Bahasa Indonesia MTs Kabupaten Bantul. Rusmantara juga merupakan anggota Perkumpulan Guru Madrasah Penulis (Pergumapi).
Ketiga, Rina Harwati, adalah guru Bahasa Indonesia di MTs Negeri 6 Bantul. Lulusan Program Pascasarjana UNY ini merupakan Sekretaris MGMP Bahasa Indonesia MTs Bantul serta Sekretaris Bidang Humas, Informasi, dan Kerjasama Antarlembaga Pergumapi. Karyanya dimuat di berbagai media lokal dan nasional serta antologi bersama. Tahun 2017 bersama penulis lain menulis Buku Pendamping Bahasa Indonesia Kelas IX Kurikulum 2013. Tahun 2018, Rina menjadi salah satu penulis soal Puspendik Balitbang Kemdikbud RI.
Keempat, Septy Andari Putri, yaitu guru bahasa Indonesia di MTs Negeri 1 Kulon Progo. Tulisannya dimuat dalam majalah, jurnal, serta antologi bersama. Pada tahun 2017 menjadi pemenang II lomba inovasi pendidikan UNY. Pada tahun yang sama menjadi juara III guru berprestasi Kemenag Tingkat Nasional. Tahun 2018, Septy menjadi salah satu penulis soal Puspendik Balitbang Kemdikbud RI. Septy juga merupakan Instruktur Nasional Bedah Kisi-kisi Mapel Bahasa Indonesia. Dirinya aktif dalam organisasi, di antaranya menjadi pengurus MGMP SMP dan MTs Kabupaten Kulon Progo, pengurus PGRI, serta pengurus Perkumpulan Guru Madrasah Penulis (Pergumapi). (*) Aman 11/16/2019 CB Blogger Indonesia
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden No 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Munculnya Perpres ini dilandasi oleh kenyataan bahwa:
- Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara Lainnya hanya mengatur mengenai penggunaan Bahasa Indonesia dalam pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta pejabat negara lainnya dan belum mengatur penggunaaan Bahasa Indonesia yang lain sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2OO9 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
- Dengan pertimbangan tersebut dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2OO9 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Oleh Siska Yuniati
Minggu Pagi No. 33 Th 71 Minggu III November 2018
Wulan datang padaku bersama turunnya hujan. Hujan yang selalu aku benci di setiap rintiknya. Aku membenci hujan bukan tanpa sebab. Sebab hujanlah yang merenggut nyawa ayah ketika menjalankan tugasnya.
Ayahku seorang sopir barang pada sebuah perusahaan. Suatu kali mobilnya tergelincir di tengah hujan lebat. Menurut cerita ibu, waktu itu perasaan ibu sudah tak menentu. Ibu berusaha menahan ayah untuk tidak bekerja di hari libur. Namun kata ayah, ini sudah menjadi tanggung jawabnya, sehingga saat mendapat telepon untuk mengantarkan barang, ayah pun segera berangkat.
Akan halnya Wulan, saudara kembarku, tidaklah demikian. Ia selalu memandang ceria saat guyuran air dari langit itu jatuh ke bumi. Saat gerimis mengawali singgahnya hujan, mulut Wulan akan merapalkan doa-doa.
“Saat gerimis menghampiri, berdoalah, doamu akan terkabul,” lembut Wulan berucap kala mataku memandang sinis rintik air yang datang dari ujung langit.
“Ketika ayah dikebumikan, kata ibu, kita masih berusia empat tahun. Atas saran seluruh keluarga, kau, Wulan, akan dirawat Bude Lim, kakak dari ibu. Sedangkan diriku tetap tinggal bersama ibu. Hujan membawamu pergi, Wulan. Dalam hujan aku meronta-ronta, berusaha menggapai tubuhmu agar tidak beranjak. Pada kehidupan selanjutnya, hidupmu lebih makmur. Bude Lim sukses berniaga. Kau pun bergelimang harta. Berbeda denganku yang selalu menahan setiap keinginan lantaran menengok kondisi ibu yang tak menentu. Itulah Wulan, alasan lain mengapa aku membenci hujan.”
“Hujan sungguh lebat di luar. Bajuku basah karenanya,” Wulan berujar sambil mengibas gamis birunya.
Biarlah dia tahu bahwa hujan selalu menyiksa, merepotkan, dan mengabarkan hal-hal muram. Apa yang diharapkan penduduk ibu kota kala hujan datang, bukankah hujan selalu membawa banjir dan menimbulkan luka?
“Bukan hujan yang membawa petaka, tapi ulah manusia yang mengundang nestapa. Berdamailah dengan hujan, Sasi, hujan datang membawa cinta.”
“Cinta katamu? Aku justru kehilangan cinta bersama turunnya hujan. Randy memutuskanku beberapa pekan lalu. Dan hujan mengintip dari balik koridor sekolah. Lebih tragis lagi, aku menangis ditingkahi ricikan air hujan.”
“Endapkan segala egomu tentang hujan karena hujan sangat mencintai Sang Pencipta. Ia meluncur dan memeluk bumi karena cintanya pada Sang Pencipta. Ia turut mengantarkan kepergian ayah lantaran cintanya pada Sang Pencipta.”
Berbicara hujan selalu menusuk perasaanku. Terakhir kali hujan menyapaku bersama kilatan petir, gemuruh guntur, dan jalanan yang begitu semrawut. Mendung sepulang sekolah. Aku memacu sepeda motorku. Aku tidak ingin bertemu hujan dalam kekalutan seperti ini. Namun nyatanya hujan menyerangku tanpa ampun. Jalanan terasa licin, sepeda motorku oleng, dan aku rebah di atas aspal. Darah merembes bersama air mewarnai seragam putih abuku.
Aku terkapar di rumah sakit untuk beberapa waktu. Kulitku lecet-lecet. Tangan kiriku retak. Ibu yang menungguiku tergugu. Barangkali Tuhan masih enggan meregang nyawaku. Kondisiku membaik dan aku diizinkan pulang. Perawatan dilanjutkan di rumah. Tanpa masuk sekolah, hari-hariku terasa sepi.
“Tulislah segala resahmu di atas kertas. Kertas tidak akan memerotes apa yang akan kamu tuliskan sekalipun berupa umpatan. Kau tahu The Screet Anex? Buku itu telah menjadi saksi sejarah kenestapaan perang. Buku harian itu telah beredar di penjuru dunia dan menjadikan Anne Frank dikenal. Tidakkah itu menakjubkan? Anne Frank bukan siapa-siapa, ia gadis seusia kita.”
“Kuhargai usahamu untuk membuatku tetap tersenyum,” jawabku ketika itu dan aku mulai menulis dalam kesendirian. Tidak tentang kisahku, tidak tentang benciku kepada hujan, melainkan tentang cerita indah dalam khayalku. Aku menukar kepahitanku dengan rasa manis dalam setiap goresan cerpenku. Dan Wulan, akan selalu datang untuk membaca cerita-ceritaku. Kadang ia tergelak, tapi tak jarang mengernyit.
Aku menikmati kegiatan anyarku. Aku terus menulis. Terserah Wulan mau membawa ke mana tulisanku. Kadang tulisanku menempel pada majalah dinding sekolah Wulan. Sesekali singgah di majalah lokal. Namun lebih sering terkirim tanpa kabar.
Beberapa hari hujan turun tanpa henti. Di televisi dan koran sibuk memaparkan berita banjir, tanah longsor, pohon tumbang terkena hantaman petir. Inilah fakta buruk tentang hujan. Biarpun Wulan selalu berkata, hujan adalah rahmat. Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembapan dari laut menguap, berubah menjadi awan, berganti mendung, lalu turun ke bumi dan akhirnya melalui aliran sungai kembali ke laut. Hujan dinanti oleh petani untuk menyiram tanaman, hujan dirindukan sang kodok agar dapat berenang dengan gembiranya.
Wulan belum datang juga. Apa ia terhalang hujan sehingga tidak bisa mengunjungiku? Apa Wulan mulai membenci hujan dan enggan berbasah ria untuk sampai ke tempatku? Perlahan aku merindukan hujan. Hujan yang menyertai kedatangan Wulan. Hujan yang disambut Wulan dengan suka cita seperti bumi kerontang yang tak kunjung berjumpa dengan air. Wulan, aku merindukanmu.
Pintu kamarku terbuka. Wulan datang tepat sepekan sejak aku menunggunya. Wajah putihnya selalu sumringah. Lagi-lagi, ia datang bersama hujan dan petir yang menggelegar.
“Lihatlah, aku membawa kabar untukmu. Kabar yang datangnya berteman hujan dan kasih sayang-Nya.”
Wulan memberiku selembar kertas ukuran folio. Diperlihatkannya nama-nama yang tertera dalam kertas itu. Salah satu nama yang ada adalah namaku. Cerpenku menjadi nomine dalam sebuah kompetisi tingkat nasional.
“Apa kau masih membenci hujan, sedangkan hujan selalu menyampaikan salam cinta dari-Nya?” Sebuah pertanyaan dari Wulan yang aku biarkan terpatri dalam hati. (*) Aman 7/16/2019 CB Blogger Indonesia
![]() |
Gambar yang digunakan sebagai ilustrasi untuk meme "tuman". |
Lalu, apa artinya tuman? Kata tuman sangat familiar di masyarakat penutur bahasa Jawa. Tetapi, sesungguhnya kata ini sudah masuk menjadi kosakata bahasa Indonesia. Coba deh, periksa KBBI Daring, Anda akan menemukan lema tuman di sana.
Tuman diartikan sebagai 'menjadi biasa (suka, gemar, dan sebagainya) sesudah merasai senangnya, enaknya, dan sebagainya', contohnya agar tidak tuman berbuat begitu, hajarlah ia kalau kebetulan ketahuan sedang berbuat kurang sopan. Dengan kata lain, dalam konteks terbatas, tuman dapat juga disamakan dengan 'jadi kebiasaan'.
![]() |
Contoh meme "tuman" yang lagi viral. |
Sabjan Badio, blogger Jogja Aman 3/15/2019 CB Blogger Indonesia