Berlatih Menulis dengan Buku Harian

Aman 10/22/2011
Aman
22/10/11
Siska Yuniati
Setiap kali saya mengajarkan keterampilan menulis pada siswa, mereka mengeluh. Siswa-siswi merasa tidak bisa menulis, tidak ada ide, sulit menyusun kata-kata, terlebih kalau harus memikirkan tata bahasa. Biasanya, dua jam pelajaran tidak menghasilkan satu tulisan pun kecuali jika ada kata selesai tidak selesai dikumpulkan.
Bukan hanya siswa, guru pun demikian. Dalam setahun, belum tentu menghasilkan satu tulisan, meskipun sebenarnya banyak sekali hal yang perlu ditulis. Bagi guru sendiri, menulis merupakan salah satu kebutuhan dan tuntutan profesi. Menulis artikel, diktat, modul, karya ilmiah, karya sastra, dan sebagainya sangat membantu dalam pembelajaran (baca: transfer ilmu).
Hambatan Menulis
Dalam sebuah workshop jurnalistik di Gunungkidul, Sugeng Subagya menyatakan ada dua cara untuk memulai menulis. Pertama, mempelajari teori menulis baru praktik dan kedua learn the hard way atau langsung menulis terlebih dahulu. Memang banyak orang pintar menulis karena pengalamannya. Mereka baru mempelajari teori dan memperbaiki tulisan-tulisannya sesudah menghasilkan tulisan (Kedaulatan Rakyat, 7 Agustus 2008).
Menulis pada dasarnya sebuah keterampilan. Seperti keterampilan pada umumnya, kalau ingin menguasainya harus banyak berlatih. Hambatan yang muncul biasanya adalah kebingungan dengan apa yang akan ditulis. Sebagai the highest level, atau keterampilan berbahasa tertinggi, menulis butuh modal membaca. Modal inilah yang kurang dimiliki kebanyakan orang. Padahal, dengan membaca akan meningkatkan pengetahuan (knowledge), kemampuan berbahasa tulis dan jurnalistik, serta motivasi untuk menulis (motivation to write).
Di samping ketiga hal tersebut, hambatan menulis terberat adalah tidak ada kemauan untuk menulis (willingnes to write). Menurut Thomas Alfa Edison, bakat berpengaruh 1% sedangkan 99% karena latihan alias kerja keras (Sudarman, 2008). Tentu saja itu tidak terlepas dari kebiasaan-kebiasaan yang kita bangun.
Kebiasaan-kebiasaan yang Mendukung
Asma Nadia, seorang penulis perempuan yang produktif, pernah mengungkapkan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang mendukung kemampuan menulis adalah membacamembuka kamuskorespondensi(saling berkirim surat), berinteraksi dengan penulis, serta menulis di buku harian. Membuka dan membaca kamus, terutama Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jelas akan menambah kosakata kita. Nyatanya memang banyak kata yang tidak kita ketahui maknanya. Bahkan, sering juga kita salah kaprah dalammenggunakan sebuah kata. Dengan kamus, kita juga akan kaya informasi mengenai penulisan kata baku dan tidak baku. Contohnya, dengan kamus kita akan dengan mudah membedakan antarakonggres atau kongrespraktik dengan praktekapotik atau apoteknotulaatau notulen, dan sebagainya. Kalau selama ini kita beralasan bahwa membawa KBBI terlalu besar, tebal, dan berat, di era informasi ini Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional telah menghadirkan KBBI online di http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi.
Kalau membuka dan membaca kamus akan menambah perbendaharaan kata kita, korespondensi dimaksudkan agar diri kita dipaksa menulis. Setiap ada tulisan atau surat dari sahabat pena kita, tentu kita berkewajiban untuk membalasnya. Dengan demikian, apapun bentuknya kita akan menghasilkan tulisan-tulisan.
Korespondensi dapat juga dijadikan dokumen, dokumentasi untuk diri sendiri dan untuk kepentingan umum. Kita pernah membaca (setidaknya mendengar) buku Habis Gelap Terbitlah Terang (Door Duisternis Tot Licht), buku kumpulan surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya.
Korespondensi saat ini jarang dilakukan dengan surat pos. Perkembangan teknologi informasi menuntun kita untuk menggunakan surat elektronik (e-mail, electronic mail). Hal ini tidak menghilangkan fungsi korespondensi sebagai sarana latihan menulis. Bahkan tulisan yang dihasilkan akan lebih banyak karena tidak perlu menunggu lama, berbeda dengan surat konvensional yang menggunakan perantara pos. Tidak hanya itu, sekarang banyak website komunitas online yang membuat kita dapat berinteraksi dengan siapa pun. Misalnya, Facebook.com dan Frienster.com, melalui media ini kita bisa menjaring begitu banyak teman, saling bertukar informasi, mencari orang-orang yang kita kenal, bahkan tokoh-tokoh terkenal.
Penggunaan fasilitas Short Massage Service (SMS) dengan handphonejuga dapat dikatakan sebagai korespondensi bentuk lain. Hanya saja, kelemahannya, pesan yang disampaikan selalu disingkat tanpa pedoman ejaan yang benar. Bahkan, terkadang ditulis semaunya sehingga kurang bagus untuk belajar penulisan yang benar. Biarpum demikian, media ini tetap bisa dijadikan sebagai sarana penuangan ide.
Untuk mempertahankan semangat menulis, kita harus sering berinteraksi dengan para penulis. Interaksi ini dapat dilakukan langsung bertatap muka dengan penulis maupun secara tidak langsung. Cara tidak langsung yang dapat dilakukan yaitu dengan membaca karya-karyanya.
Menulis di Buku Harian
Keterampilan menulis yang diajarkan dan sesuai dengan kurikulum madrasah terbagi menjadi dua, menulis dengan gaya buku harian dan menulis ilmiah. Umumnya, siswa lebih mudah menulis kalau itu berkenaan dengan diri sendiri, semisal tugas menulis buku harian (KTSP Kelas VII SMP/MTs Semester 1).
Mengenai buku harian ini, kita mengenal Wiranto yang menulis Bersaksi Dalam Badai, buku yang berisi pengalamannya menghadapi reformasi 1998. Ada juga Habibie yang menulis Detik-detik yang Menentukan, juga berdasarkan catatan hariannya berkisar reformasi. Akhir-akhir ini kita mengenal novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, novel tersebut juga ditulis berdasarkan pengalaman-pengalamannya. Memang, tidak semua orang dapat seperti Wiranto, Habibie, dan Andrea Hirata, namun setidaknya menulis buku harian akan lebih mudah dilakukan. Hal ini karena tulisan mengalir sesuai perasaan penulisnya. Bahkan, sesuatu yang sifatnya sangat rahasia dan tidak dapat dibicarakan pada orang lain pun dapat dicurahkan dalam buku harian. Inilah yang disebut menulis bebas. Hernowo (2004) mengungkapkan bahwa kalau ingin menjadi penulis, sebaiknya diawali dengan menulis sesuatu yang ditujukan untuk keperluan sendiri dahulu. Setelah berlatih menulis bebas untuk keperluan diri sendiri secara rutin, tahap berikutnya adalah mempelajari kaidah kebahasaan.
Banyak hal yang dapat diperoleh dengan memiliki buku harian. Keuntungan menulis buku harian di antaranya, pertama mudah di lakukan di mana pun serta kapan pun kita suka. Sebelum tidur, bangun tidur, di sekolah, atau disela-sela kesibukan kita. Pendek kata kita dapat menulis sesering mungkin. Sering menulis berarti sering berlatih. Sering berlatih berarti kemampuan menulis kita semakin meningkat.
Kedua, murah. Harga buku harian terjangkau dan banyak dijual di toko alat tulis. Kalaupun ingin yang lebih murah lagi, cukup menggunakan buku tulis biasa atau lembaran-lembaran kertas bekas. Yang paling penting dapat digunakan untuk menulis setiap hari. Bagi yang memiliki komputer, dapat menggunakan software buku harian digital yang banyak beredar.
Ketiga, mengenali diri sendiri. Ada kalanya kita tidak tahu apa yang kita mau. Merasakan kejengkelan namun tidak tahu penyebabnya. Dengan menuliskan perasaan-perasaan kita sama dengan kita mengasah kecerdasan emosi. Buku harian boleh di bilang wadah luapan emosi yang sering berubah-ubah dalam diri kita. Buku harian yang ditulis dari tahun ke tahun akan memperlihatkan proses pendewasaan penulisnya. Dan mungkin, kita akan tersenyum membacanya di kemudian hari.
Keempat, sebagai saksi sejarah. Bukan hal mustahil kalau kita menuliskan peristiwa penting yang terjadi. Beberapa tahun kemudian catatan tersebut berguna untuk kepentingan sejarah. Hal tersebut terlihat pada catatan Wiranto dan Habibie yang telah dikemukakan. Selain itu, The Secret Annexadalah contoh lain catatan harian yang diterbitkan dalam bentuk buku. Tulisan tersebut ditulis Anne Frank sejak 12 Juni 1942. Tahun 1944 ia mendengar siaran radio Belanda di London bahwa seorang pejabat pemerintahan bernama Gerrit Bolkestein berjanji akan menerbitkan berbagai catatan saksi sejarah mengenai penderitaan rakyat Belanda semasa penjajahan Jerman. Termasuk di dalamnya surat dan catatan harian.
Lewat siaran radio Belanda yang dipancarkan dari Londong, Mr. Bolkestein, Menteri Kabinet, mengatakan setelah perang akan diadakan pengumpulan diari atau surat-surat yang berhubungan dengan perang. Tentunya, setiap orang tercakup dalam diariku. Bayangkan saja betapa pentingnya nanti seandainya aku mempublikasikan sebuah novel, The Secret Annex. Judulnya sendiri akan membuat orang mengira bahwa itu cerita detektif.
Akan tetapi, serius, sepuluh tahun setelah perang orang akan menemukannya, akan sangat lucu saat mereka membaca bagaimana kami hidup, apa yang kami makan dan apa yang kami bicarakan (Catatan Harian Anne Frank, 2001).
Penutup
Dalam kehidupan modern informasi memegang peranan penting. Kemajuan negara dapat dilihat dari informasi yang dikuasi oleh negara tersebut. Menulis adalah bentuk lain dari pemberian informasi. Menulis sebagai refleksi dari kegiatan membaca, di mana di dalamnya kita banyak menyerap informasi. Informasi dari yang kita baca hanyak akan terus mengendap di kepala kalau tidak dituliskan.
Menulis tidak hanya berguna bagi orang lain, namun terlebih untuk diri sendiri. Boleh dikatakan menulis adalah kebutuhan. Tidak perlu muluk-muluk, kita dapat berlatih menulis dari hal-hal sederhana di sekitar kita: menulis dalam sebuah buku harian.
Tulisan ini juga dipublikasikan di Majalah Bakti (Kanwil Depag Provinsi DI Yogyakarta) Edisi No.216-TH.XVIII-JUNI 2009.

Thanks for reading Berlatih Menulis dengan Buku Harian | Tags:

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

Related Posts

Show comments